Lari jadi berolahraga sejuta umat. Terdapat yang bilang, lari ibarat suatu yang umum, siapa saja dapat menjajaki berolahraga lari.
Tidak melulu orang yang doyan olahraga, lari digemari siapa saja. Tengok saja Lidya( 27) yang mulai fokus melaksanakan berolahraga lari sehabis melahirkan anak kedua. Tubuhnya tidak se- singset dahulu serta lebih gampang loyo sebab tidak sering bergerak.
Satu bulan sehabis sang kecil lahir, Lidya betul- betul merasa kehabisan dirinya. Tidak hanya raga, emosinya pula tidak normal. Tubuh pula terasa kerap letih, sementara itu tidak melaksanakan apa- apa.
Lidya sadar, wajib terdapat yang dikerjakannya. Misalnya, menyibukkan diri dengan perihal berguna serta mengasyikkan, salah satunya menjajal aktivitas berolahraga.
” Waktu itu yang terpikir nge- gym. Mikirnya di tempat gym, tidak hanya dapat berolahraga, pula dapat ketemu banyak orang,” kata Lidya
Tetapi, hasrat nge- gym ini urung sebab bermacam pertimbangan.
Tidak hanya jarak yang lumayan jauh, harga yang cukup buat kocek meringis pula jadi sederet alibi Lidya tidak jadi nge- gym. Dia pula sadar wajib membedakan antara berolahraga serta bersosialisasi.
Voila! Dipilih- lah lari serta jalur kaki selaku pemecahan yang sangat tokcer serta membolehkan. Bulan Februari ataupun 4 bulan sehabis melahirkan sang kecil, Lidya mulai teratur berlari.
” Jujur berat tubuh saya itu naik hingga 21 kg waktu itu. Berasa banget beratnya,” kata Lidya.
Untuk Lidya, tidak hanya memiliki khasiat kesehatan yang sama baiknya dengan berolahraga di pusat kebugaran, lari pula terbilang berolahraga murah meriah.
” Tinggal hasrat saja. Jika hasrat, tentu dapat,” kata Lidya.
Sehabis teratur berlari seminggu 3 kali, dengan diselingi berolahraga senam bermodalkan YouTube di rumah, berat tubuh Lidya saat ini mulai wajar. Dari yang semula 97 kg, saat ini telah memegang angka 78 kg.
Berolahraga yang umum tetapi personal
Lain Lidya lain lagi Rahmat Nur Hakim( 33). Praktisi komunikasi di salah satu lembaga swadaya ini memilah lari selaku metode buat melindungi energi senantiasa fit. Rahmat yang memiliki hobi naik gunung itu menjadikan lari selaku salah satu berolahraga supaya badannya senantiasa kokoh kala wajib menjajal sebagian puncak di Indonesia.
Ia sendiri mengaku telah lama bergelut dengan berolahraga murah meriah ini. Terhitung semenjak bangku SMA, Rahmat telah aktif turut berolahraga lari.
” Telah lama sekali. Semenjak SMA kayaknya. Dahulu, ya, sekali lari 30 menit hanya seminggu sekali. Jika saat ini yang dihitung jarak, minimun 5k nonstop,” kata Rahmat. Saat ini, Rahmat apalagi sudah sukses menjajal berlari 10 km nonstop.
Tidak hanya melindungi energi, untuk Rahmat, berolahraga ini pula dapat jadi penghilang tekanan pikiran. Sehabis lari, benak Rahmat umumnya kembali tenang serta badan terasa lebih fit.
Untuk Rahmat, lari merupakan berolahraga yang sangat umum, tetapi pula personal di sisi lain.
Pikiran yang Tenang
Selain manfaat fisiknya, lari juga memiliki dampak positif pada kesehatan mental. Aktivitas fisik seperti berlari dapat meningkatkan produksi endorfin, yang dikenal sebagai hormon “perasaan baik”. Ini dapat membantu mengurangi stres, kecemasan, dan depresi, serta meningkatkan suasana hati secara keseluruhan. Selama berlari, Anda juga dapat merasa lebih dekat dengan alam dan mengalami momen ketenangan yang sulit ditemukan di dunia yang sibuk dan serba cepat saat ini.
Kesimpulan
Jadi, siapa pun dapat menikmati manfaat dari olahraga lari, baik itu dalam meningkatkan kesehatan fisik atau kesejahteraan mental. Tidak ada batasan usia, jenis kelamin, atau tingkat kebugaran yang menghalangi seseorang untuk mulai berlari. Yang Anda butuhkan hanyalah sepasang sepatu yang nyaman dan semangat yang kuat untuk memulai. Jadi, apa yang Anda tunggu? Mulailah hari ini dan nikmati perjalanan menuju tubuh yang lebih bugar dan pikiran yang lebih tenang dengan berlari.
Average Rating